Pasar ”Marketing-online” Belum Menggairahkan

MARKETING-ONLINE, istilah ini sekarang sedang diperhatikan sungguh-sungguh oleh perusahaan, baik kelas atas, menengah, maupun perusahaan kelas kecil di hampir seluruh penjuru dunia. Para awak perusahaan tahu bahwa Internet adalah medium yang efektif dan luas jangkauan sebagai sarana pemasaran produk dan jasa.

Di Cina, belanja iklan online tumbuh lebih dari 75% per tahun dalam tiga tahun terakhir. Menurut lembaga research yang berkantor di pusat Shanghai, pendapatan perusahaan itu diperkirakan senilai 812 miliar dolar AS. Kendati Internet saat ini hanya berkontribusi 2,3% terhadap pasar iklan total di Cina, proporsi itu berubah dengan cepat. “Pendapatan iklan media baru itu mulai menyusul media-media konvensional dalam 10 tahun,” kata Cui Baoguo, Direktur Center for Media Management Studies di Tsinghua University di Beijing (Masih ada peluang amat besar untuk tumbuh - BusinessWeek). BusinessWeek memberitakan contoh kesuksesan beriklan di Cina yang ditunjukkan oleh kontes rekaman video online bagi remaja Cina. Lebih dari 14 juta orang mengeklik dalam waktu kurang tiga bulan. Dari 14 juta pengeklik, terdapat 1,3 juta yang mau memberikan penilaian dari para peserta kontes. Apa hasilnya? Produk handphone keluaran Motorola sebagai penyelenggara meraih sukses besar alias penjualannya meningkat pesat. Laporan Tsinghua University menyatakan, pendapatan iklan di portal-portal Internet terkemuka di Cina tumbuh 25% pada tahun 2005. Misalnya, di Sohu.com Inc. — portal terbesar ke-3 di Cina, kini sekitar dua pertiga pendapatannya disumbang iklan. Porsi itu naik dua kali lipat dibanding tiga tahun lalu.

Untuk memikat iklan lebih banyak, Sohu.com telah menandatangani kesepakatan pemasaran yang terkait dengan ajang Piala Dunia Jerman dan Olimpiade Beijing pada 2008. Pada 27 April lalu, Sohu mengumumkan, sepanjang kuartal pertama pendapatan iklannya tumbuh 35%. Anak perusahaan eBay, Internet Auction Co., menjadi pemain utama di Korsel dengan menyumbangkan 75% pendapatan di seluruh Asia. Perkembangan iklan online lain di Korsel adalah munculnya Gmarket yang notabene pesaing Internet Auction Co. Dengan penerapan penjualan model lelang melalui internet, pemasok t-shirt, televisi, LCD ini terbukti sukses menyedot perhatian.

**

BICARA soal marketing-online, kita juga tidak menafikan kedahsyatan blog marketing. Blog yang tadinya dianggap sarana narsistis orang-orang keranjingan online kini telah menjadi bagian terpenting dari perkembangan marketing-online. Berbagai liputan tentang blog marketing, termasuk blog politik telah menghiasi media massa internasional. Baru-baru ini juga muncul sebuah buku berjudul Blog Marketing karya seorang konsultan blog marketing beberapa perusahaan terkemuka dunia. Jeremy Wright, sang penulis buku itu, memberikan satu paradigma marketing yang tidak pernah kita temukan sebelumnya. Sayangnya, Wright hanya meneliti pengalaman blog marketing perusahaan-perusahaan produsen barang terkemuka (besar) tempat dia bekerja sebagai konsultan, seperti perusahaan mobil Ford, Microsoft, dan eBay di Amerika Serikat.

**

DI atas, saya telah menyajikan sedikit perkembangan marketing-online di Cina dan Korsel. Pertanyaannya, apakah para marketing-online, baik yang memakai website, maillinglist, maupun blog bisa menerapkan secara praktis di Indonesia? Berbicara marketing, kita tidak bisa mengabaikan “kondisi” dan pangsa pasar di suatu negara. Glamornya marketing-online di Cina, Korea dan Amerika Serikat (AS) tidak lepas dari jumlah pengguna internet. Sebagaimana dicatat Computer Industry Almanac Inc. di AS pengguna internet mencapai 197,8 juta dengan pangsa pasar 18,3%. Di Cina yang menempati posisi kedua setelah AS dengan jumlah pengguna 119,5 juta pangsa pasarnya 11,1%. Sementara di Korsel yang menempati ranking 7 setelah AS, Cina, Jepang, Jerman, Inggris, dan India menempati jumlah penggunanya 33,9 juta berpangsa pasar 3,1%. Bagaimana dengan Indonesia? Sampai saat ini, pengguna internet hanya 18 juta, dengan pangsa pasar 1,7%. Jumlah 1,7% tentu masih harus dipersempit dengan “ketidakpercayaan” masyarakat berbelanja lewat online. Lain dari itu, konsep belanja internet di Indonesia juga belum menggairahkan karena kultur masyarakat kelas menengah di Indonesia belum terpola baik berkomunikasi melalui internet.

Di negeri-negeri maju seperti yang saya sebutkan di atas, komunikasi tekstual berbasis online sudah menjadi bagian sehari-hari. Komunikasi ini “belum membumi” bagi masyarakat bertradisikan lisan seperti Indonesia tentu berpengaruh bagi pangsa pasar marketing-online. Faktanya di India, negeri yang komunikasinya kuat dalam tradisi lisan dan menempati ranking ke-3 pengguna internet terbanyak di dunia, ternyata hanya memiliki pangsa pasar 4,8% dari 50,6 juta pengguna internet. Tentu saja kendala ini bukan bermaksud mengabaikan potensi pasar marketing-online, melainkan sebagai tantangan para marketing untuk menggali potensi-potensi pasar secara mandiri dan kreatif di atas problem itu.

(Sumber: http://www.pikiran-rakyat.co.id/cetak/2007/052007/02/0605.htm)

SITI NUR ARYANI

Comments

Popular Posts